Alkisah ada seorang pemuda sholih juga seorang mujahid, yang berkata kepada ayah dan ibunya, "Duhai ayah dan ibu carikan aku seorang calon istri"
Kemudian ayah dan ibunya mencarikanya seorang wanita sholihah. Setelah pemuda itu dikabarkan bahwa kedua orang tuanya sudah menemukan calon istri untuknya, maka ia pun meminta untuk dikenalkan dan dilamarkan. Si pemuda begitu percaya pilihan kedua orang tuanya tidak akan memberikan anaknya keburukan.
Pada malam hari pernikahan, ternyata ia menemukan "cacat" atau sesuatu yang ia tidak sukai dari istrinya itu. Tetapi akhlaknya menghalanginya untuk berkata yang menyakiti hati istrinya itu. Namun, sang istri dapat melihat raut wajah suaminya yang berbeda itu.
Kalimat yang dikatakan seorang istri yang sholihah itu sebagai respon atas ketidaksukaan suaminya itu adalah, wa 'aasyiruuhunna bil-ma'ruf, fa in karihtumuuhunna fa 'asaa an takrahuu syai'aw wa yaj'alallaahu fiihi khairan kasiiraan.
"Dan bergaulah dengan mereka dengan cara yg patut*, jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya" (QS. An Nisa: 19)
*Patut / ma'ruf= Sesuatu yg baik, istimewa menurut syariat juga menurut kebiasaan yg ada, jadi lebih spesial dari sekedar pengertian khair atau baik.
Akhirnya setelah ia mendengar jawaban dari istrinya itu, ia pun meyakini bahwa apa saja yang Allah katakan juga janjikan pasti benar. Malam itu pun terjadi sesuatu yang harusnya terjadi.
Beberapa hari setelah pernikahan mereka ternyata ada panggilan jihad untuk setiap pemuda muslim. Kemudian ia pun pergi ke medan jihad, namun sebelumnya ia berwasiat kepada istrinya, "jagalah kehormatanmu dan peliharalah rizki yg Allah anugerahkan kepada kita".
>> Biasakan untuk para suami ketika harus pergi jauh untuk berwasiat karena tak akan pernah tahu apa yg akan terjadi dalam takdirNya
Ternyata waktu yg ditempuh suaminya dalam berjihad itu bukan sehari, seminggu, sebulan, atau setahun. Akan tetapi sebelas tahun. 'Cukup' lama.
Ketika musuh sudah tertaklukkan dan meraih kemenangan dalam sebelas tahun perjuangan maka ia pun kembali ke kampung halamannya.
Ayoo tebak kemana tempat yg ia tuju pertama kalinya?
Warung di pasarkah karena lapar? Atau rumah karena rindu yang begitu menggebu?
Ternyata ia menuju mesjid di kampungnya itu. Disana ia melihat ada kumpulan dari ustadz tua yang dulu ia kenal termangguk-mangguk mendengar uraian seseorang, karena penasaran ia menghapiri kumpulan mereka. Tenyata yang ia temukan adalah seorang anak yg usianya sekitar 10 tahun tengah menjelaskan uraian ayat juga hadist dengan begitu fasihnya.
Rasa penasaran tentang siapa anak itu, membuatnya mengikuti anak tersebut sampai setiap langkah pulang anak itu. Setiap langkah anak itu membuatnya seolah kembali pada masa 11 tahun lalu, sebab jalan yang ia lalui sama dengan jalan yang dulu pernah ia lalui. Hingga anak itu berhenti di depan rumah yang dulu ia tinggalkan dan ada seorang wanita yang begitu ia kenal wajahnya, tengah menjawab salam dan membukakan pintu untuk anak itu.
Dalam campur aduknya rasa penasaran kenyataan ditambah akan ketidak tahuannya, ia memutuskan untuk juga masuk ke dalam rumah itu.
Ayoo kalo jaman sekarang, adegan apa yg bisa ditebak??
Pasti omelan, prasangka, tentang anak siapa itu? Dll #overdrama
Ia mengetuk pintu sembari memberi salam yang disambut jawaban salam dari anak kecil juga istrinya itu.
Ternyata 11 tahun tetap membuat mereka saling ingat satu sama lain, meski dahulu tak pernah ada foto, tlp, hp, Whatsapp, facebook, dll.
Kemudian ia pun memeluk rindu istrinya, dan bertanya tentang anak kecil yg juga masuk sebelum kedatangannya.
Dijawab oleh istrinya, "Dia adalah rizki yg diberikan Allah kepada kita yang telah aku jaga seperti yang engkau pesan sebelum pergimu."
Ga kebayang,, 11 tahun tanpa kabar entah suaminya itu masih hidup atau tinggal nama. Hamil-melahirkan-mendidik anak dalam sendirinya. Belum lagi kesetiaannya. Plus anaknya ternyata jadi anak sholih yang dikenal dengan luasnya ilmu, imam Malik (guru imam Syafi'i)..CooL!
Seketika itu suaminya teringat-ingat An Nisa: 19 yg dibacakan istrinya dulu.. dan ternyata Allah tak pernah ingkar janji, Allah membuktikan balasan yang begitu manis akan kesabaran, kelapangan, juga keikhlasanya menerima istrinya itu.
Hikmah dari kisah diatas
Kesempurnaan hanya milik Allah. Ketika menikah nanti harus menyiapkan diri dengan ketidaksempurnaan pasangan kita. Sebab jika mencari yang sempurna pasti tak akan pernah ada. Tetapi pernikahan itu ada untuk saling menyempurnakan satu sama lain.
Jika ia sempurna tanpa sedikitpun kelemahan maka apa arti adanya kita di sisinya? Jika kita mencintainya karena kelebihan atau sempurnanya maka setiap orang diluar kita pun bisa melakukannya, tetapi hanya ada satu yang bisa mencinta dan bersabar dalam lemahnya kita yaitu pasangan yang menikahi kita.
Carilah pasangan iman kita, ukurannya iman. Dalam pernikahan harus dan butuh ada kesertaan iman. Jika ujian hadir maka imanlah yang mengokohkan pelayaran dalam badainya. Kesetiaan iman menghasilkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Hakikat pernikahan itu memperbaiki keimanan juga meningkatkan iman. Hadistnya menikah itu mengenapkan separuh agama. Artinya jika setelah menikah keimanan kita menurun maka perlu dicek, kemungkinan ada yg salah dalam pilihan atau prosesnya.
Maka dari itu setelah menikah sepasang pengantin disunnahkan untuk sholat dua rakaat kemudian sang suami berdoa agar Allah menyatukan dalam kebaikan dan jika pun berpisah itu juga karena kebaikan. Begitupun doa yg disunnahkan untuk kedua mempelai dari hadirin yg memiliki arti bahwa dalam pernikahan tidak selamanya diisi dengan kebahagiaan tetapi dalam bahagia Allah menurunkan berkahNya juga ketika ada ujian dalam kesabaran Allah pun senantiasa memberkahi keduanya.
Tujuan pernikahan;
1. Ridho Allah dengan saling menasehati dalam kebenaran
2. Saling menasehati dalam kesabaran
3. Saling menasehati dalam berkasih sayang (QS. Ar~Rum: 21)
4. Keturunan
5. Membentuk masyarakat terkecil
Kedewasaan seseorang dilihat dari kemampuan ia membangun relasi. Relasi dengan pasangan, anak, mertua, ipar, nenek/kakek, dll. Sedangkan kematangan seseorang ditentukan oleh kematangan spiritualnya.
Pendidikan anak bukan dimulai sejak ia bayi atau dalam kandungan tetapi dimulai dari memilih pasangan. Pilihlah ia yang tak hanya menjadi pasangan untuk diri kita tetapi cari ayah/ibu untuk anak-anak kelak. Mengapa? Karena pembentukan bagaimana anak kelak bergantung kepada siapa orang tuanya. Contoh kecerdasan seorang anak pada umumnya diwariskan dari kecerdasan ibunya.
Membahagiakan anak dengan membahagiakan pasangan kita. Tidak ada anak yang akan berbahagia jika orang tuanya bersedih. Oleh karenanya perlu dibangun hubungan yang kuat antara suami dan istri. Meski kecenderungan istri terkadang lebih dominan ke arah anak tetapi surga seorang istri ada dalam ridhanya suami, sehingga mempererat hubungan dengan suami lebih diutamakan.
Posisi kedua yang harus dihargai oleh suami setelah Allah dan RasulNya untuk memperoleh surgaNya adalah ibunya. Tetapi posisi kedua yg harus dihargai seorang istri setelah Allah dan RasulNya untuk memperoleh surga adalah suaminya.
Arti lainnya bagi seorang istri, suami itu Boss-nya sedang ibu mertua itu Big Boss-nya. Berdoalah agar mendapat pasangan yang menyenangkan hati, juga mertua yang lebih menyenangkan hati ^^
Mesjid UI Depok, 13 Juli 2013
By Ustadz Arsalsjah & Ustdzah Dewi Yulia
No comments:
Post a Comment