Banyak yang merasa siap berbahagia dan bermanis-manis dengan rumah tangga, tapi berapa banyakkah yang siap menghadap kepahitan di dalamnya?
“Diperlukan dua orang untuk berhasil, tapi hanya diperlukan satu orang untuk membuatnya gagal”
Tak ada pasangan yang tak pernah cekcok, tak ada rumah tangga yang tak pernah hidup prihatin. Menikahi seseorang bukan saja menikahi fisiknya, tapi juga ‘menikahi’ karakternya termasuk semua masalahnya dan gaya hidupnya.
Sekuat apapun menyamakan persepsi dan sikap, tetap saja akan ada perbedaan. Perbedaan antara kita dan pasangan adalah sunnatullah.
Perbedaan karakter pasangan jika tidak ditanggapi bijaksana dan penuh introspeksi diri, bisa jadi salah satu sebab prahara rumah tangga.
Harapan yang tak terwujud dalam sosok pasangan jika tidak dilihat dengan kebesaran jiwa bisa menjadi kekecewaan.
Ketika masalah membelit pernikahan, ingatlah komitmen pernikahan: keteguhan sikap terhadap tujuan pernikahan dan landasan pernikahan.
Agar landasan pernikahan kita menjadi kuat maka jadikanlah cinta karena Allah sebagai komitmen rumah tangga.
“Amal yang paling utama adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah”
(HR. Abu Daud)
Bangunlah cinta pada pasangan dengan alasan karena Allah. Hasilnya adalah cinta yang tulus tanpa batas. Dengan cinta karena Allah, kita akan menjalankan peran dalam pernikahan sebaik-baiknya. Karena yang kita harap bukan si dia, tapi dari Allah.
Rumah tangga adalah sebuah organisasi. Perlu pembagian kerja sekaligus kerjasama, dan ada emotional involvement. Keterlibatan emosi.
Pernikahan adalah wahana yang Allah berikan bagi setiap insan untuk saling mencintai lawan jenisnya, sekaligus menjaga kehormatannya.
Nikah adalah sebuah pilihan, kita ingin membangun sebuah rumah tangga yang seperti apa. Haruslah jadi seorang visioner mempersiapkan visi dan misi. Cari pasangan yang sevisi misi dengan kita. Apa tujuan menikah? Bukan hanya bahagi dunia, tapi dunia akhirat. Carilah pasangan yang menunjang visi misi kita itu. Kesampingkan semua yang tidak menunjang dengan perkara tersebut. Status juga tak berpengaruh untuk menentukan sebuah visi misi, tapi yang terpenting kekuatan aqidah seseorang. Jika tak dibangun dari awal pernikahan akan menjatuhkan keluarga.
Jadi komitmenlah dalam beraqidah. Konsep rezeki itu tidak ada kalkulatornya, dimata Allah 1+1 bukan 2 bisa jadi 100 bahkan bisa jadi 1/2. Jadi jangan takut menikah, karena Allah sudah menjanjikan dengan menikah Allah akan memberikan rezeki yang melimpah dan keberkahan.
Ikhtiar, carilah pasangan sesuai dengan agama, bukan sekedar hawa nafsu. Kuatkanlah mental, karena dewasa itu pilihan tua itu pasti. Kuatkanlah iman kepada Allah terima dia apa adanya bukan karena ada apanya. Sebab jika memang dia sudah mapan sekarang apakah dengan menikah dengan dia hidup kita akan mapan terus? Berani hidup susah dengan pasangan? Cintailah ia dengan agamanya bukan dengan harta, paras, dan keturunan.
Belajarlah beradaptasi dengan pasangan, harus bisa mengendalikan ego. Pemimpin yang baik harus bisa mengayomi keluarga. Karena perempuan itu makhlus halus, hehe.. Wanita hatinya lembut maksudnya, harus bisa saling mahami satu sama lain. Jika istri taat pada suami itu akan menjadi jalannya kelak menuju surga dari arah manapun yang dia suka. Mendekatkan diri pada Allah dengan beribadah padaNya.
Jadi pernikahan kita sebetulnya bukanlah seperti cinderella, awalnya memang indah tapi selanjutnya akan banyak ujian dari Allah untuk menjalani yang namanya kehidupan berumah tangga, Jadi ilmu nikah itu sangat penting.
Jazaakumullah khairan katsiran, kurang lebihnya mohon dimaafkan.
Resume majelis malam ahad APWA, 12 Okt 2013
By Ustadz Iwan Januar
No comments:
Post a Comment